Rabu, 30 Mei 2012

Pengertian Pailit


Pengertian kepaillitan berdasarkan pasal 1 angka 1 UU No. 37 tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang di atur oleh Undang - undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.


Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit
  • Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
  • Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.
Siapakah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?
Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:
  1. Pihak Debitor itu sendiri
  2. Pihak Kreditor
  3. Jaksa, untuk kepentingan umum
  4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
  5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
  6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.

Contoh Perusahaan Yang Sedang Mengalami Pailit

Pengadilan Niaga Jakarta kembali menggelar sidang permohonan pailit yang diajukan PT Arcor Indonesia terhadap PT Texplastindo Kemas Industry, Selasa (5/10). Texplastindo adalah perusahaan produsen kertas pembungkus yang dipasarkan dan didistribusikan di dalam negeri. Sementara, Arcor adalah perusahaan penyedia bahan baku kertas.

Hingga persidangan kali ini Texplastindo selaku termohon tidak kunjung hadir. Makanya, majelis hakim yang diketuai Bayu Isdiatmoko memutuskan untuk menunda sidang. Kamis depan (7/10), sidang akan dilanjutkan tanpa kehadiran tergugat dengan agenda pembuktian.

Berdasarkan berkas yang diperoleh hukumonline, pailit dilayangkan terkait utang sejumlah Rp116.803.750. Jumlah itu merupakan sisa kewajiban pembayaran Texplastindo kepada Arcor. Hubungan hukum keduanya berawal dari pemesanan barang tertanggal 19 Mei 2005, dengan nilai totalnya Rp345.500.000.

Dalam Purchase Order (PO) disebutkan bahwa sistem periode pembayaran dari Texplastindo dilakukan dalam jangka waktu satu bulan setelah barang sekaligus invoice diterima. Arcor telah mengirimkan barang pesanan pada tanggal 13 Juli 2005 dan 15 Juli 2005. Pengiriman barang itu disertai tagihan berupa invoice. Atas dasar barang yang telah diterima oleh tergugat beserta PO yang dikeluarkannya, masih menurut berkas gugatan, kedua pihak semestinya dapat mengakui dengan tegas mengenai dasar dari utang sejumlah Rp345.500.000 tersebut.

Texplastindo sepatutnya mengakui bahwa utang tersebut adalah utang yang sudah pasti dan harus dilunasi sesuai dengan jadwal yang disepakati sebagaimana yang diatur dalam PO dan adanya invoice atau kwitansi yang diterima. Namun, hingga saat permohonan pailit diajukan Texplastindo tidak prnah membayar lunas barang pesanan. Sebagaimana diketahui Arcor, kondisi Texplatindo sendiri berada dalam keadaan merugi. Perusahaan yang berkedudukan di Tangerang itu sudah berhenti beroperasi sejak akhir 2009. Saat ini, sisa kewajiban PT Texplatindo kepada PT Arcor berjumlah Rp116.803.750,00.

Sisa kewajiban itu belum juga dilunasi Texplatindo, meskipun Arcor sudah berulang kali memintanya. Melalui surat tertanggal 12 April 2008, yang ditandatangani oleh direkturnya, Texplatindo mengaku memiliki utang kepada Arcor, dan mengajukan pembayaran secara angsur dengan dibukakan giro. Pada 16 Oktober 2008 melalui sebuah pertemuan, Texplatindo mengatakan sedang mengalami masalah keuangan. Saat itu, Texplatindo mengaku sedang menjalani proses penambahan fasilitas pinjaman bank, serta menunggu kepastian penambahan dana dari investor baru.

Meskipun Arcor memenuhi permintaan Texplatindo yang meminta pembayaran dilakukan secara mengangsur, namun Texplatindo hanya membayar 1 x angsuran, sebesar Rp20 juta, Hingga saat ini, Texplatindo tidak melakukan  pembayaran lagi.

Akibat tidak dibayarnya utang oleh Texplatindio, Arcor mengalami kerugian serta gangguan kelancaran keuangan perusahaan, kehilangan kesempatan bisnis karena ada dana tertahan, dan mengeluarkan biaya ekstra  kepada pihak lain untuk menagih. Selain itu, Arcor harus membayar bunga akibat dana pembelian bahan baku yang dipesan oleh Texplatindo yang hingga kini belum dibayar lunas.

Selain kepada PT Arcor, Texplatindo disebut-sebut memiliki kreditur lain. Arcor menyatakan Texplatindo juga memiliki utang kepada PT Nirmala Dia Inti sejumlah Rp68.100.374 berdasarkan tanggal faktur jatuh tempo 10 Maret 2008. Dalam gugatan, Arcor meminta hakim untuk memailitkan Texplatindo dan menunjuk Bintang Utoro sebagai kurator.